PENDAHULUAN
Simalungun adalah termasuk salah satu dari lima kelompok etnis Batak lainnya yang terdiri dari Toba, Mandailing / Angkola, Simalungun, Karo dan Pakpak/Dairi (Bangun, 1993 : 94). Secara administratif, etnis Simalungun berada di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
Orang Simalungun memiliki musik tradisional yang secara turun-temurun digunakan dan berfungsi dalam kehidupan sehari-harinya. Musik tradisonal Simalungun diwariskan secara turun-temurun pula dan secara lisan disampaikan kepada suatu generasi ke generasi berikutnya.
Berbicara mengenai musik, Merriam menyebutnya sebagai suatu lambang dari hal-hal yang berkaitan dengan ide-ide, maupun perilaku suatu masyarakat (Merriam, 1964 : 32-33). Musik merupakan bagian dari kesenian. Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan (Koentjaraningrat, 1986 : 203-204), dan merupakan salah satu kebutuhan manusia secara universal (Boedhisantoso, 1982 : 23;Melalotoa, 1989 : 27) yang tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat. Sehubungan dengan pendapat di atas, tulisan ini menjelaskan secara umum musik tradisional Simalungun sebagai bagian unsur kebudayaan Simalungun yang meliputi :
1. Alat-alat Musik Tradisional Simalungun
2. Gonrang Sidua-dua Simalungun, dan
3. Gonrang Sipitu-pitu/Gonrang Bolon Simalungun
BAB I. Alat –alat Musik Tradisonal Simalungun
Konsep musik dari suatu kelompok etnis dengan kelompok etnis lainnya berbeda, bahkan di antara satu kelompok etnispun konsep musiknya berbeda. Demikian halnya musik tradisional Simalungun memiliki konsep musik yang berbeda.
Konsep pertama dikemukakan bahwa yang tergolong ke dalam alat-alat musik tradisonal Simalungun ialah alat-alaat musik yang dipertunjukkan di depan publik dan sudah lama dikenal masyarakat Simalungun; dan konsep kedua berpendapat bahwa yang tergolong ke dalam alat-alat musik tradisional Simalungun ialah alat-alat musik yang dimainkan di dalam suatu desa, bukan ladang.
Dengan mengemukakan pendapat di atas, banyak alat-alat musik yang tidak tergolong ke dalam alat-alat musik tradisional Simalungun. Contoh : ole-ole, gerantung, dan ingon-ingon adalah alat-alat musik yang dimainkan di ladang, oleh karena itu alat-alat musik tersebut tidak tergolong alat-alat musik tradisional Simalungun, oleh karena ole-ole, gerantung dan ingon-ingon dapat menghasilkan bunyi dan sengaja di buat sebagai ungkapan perasaaan dan sebagai hiburan. Walaupun alat-alat musik tersebut ditempatkan di ladang, namun fungsinya adalah sebagai ungkapan emosional dan hiburan di ladang sebagai pelepas lelah.
Demikian juga Dewan Kesenian Simalungun-Siantar dalam bukunya Seminar Kecil Kesenian Siamalungun menyebutkan bahwa ole-ole tidak dimasukkan ke dalam alat-alat musik tradisional Simalungun.
Sebagiamana kelompok etnis lainnya di dunia mengklasifikasikan/menggolongkan alat-alat musiknya ke dalam beberapa bagian. Demikian juga cerdik-pandai dan pengetua budaya Simalungun mangklasifikasikan/menggolongkan alat-alat musik tradisonal Simalungun ke dalam beberapa bagian. Pengklasifikasian/penggolongan berdasarkan cara memainkan semata-mata, yang di bagi atas empat bagian:
1. Alat-alat tiup yang terdiri dari: ole-ole, saligung, sordam, sulim, sarunei buluh, sarunei bolon dan tulila.
2. Alat gesek, terdiri dari: arbab
3. Alat-alat petik, terdiri dari: husapi dan hodong-hodong.
4. Alat-alat pukul, terdiri dari: gonrang sidua-dua, gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon, mongmongan, sitalasayak, ogung, gerantung dan jadjaulu/tengtung.
Sebagai pekerja suatu museum, Mahilon sudah membuat klarifikasi/golongan alat-alat musik yang kemudian disempurnakan oleh Cur Sahhc dan Erich Von Hornbostel. Pengklasifikasian alat-alat musik berdasarkan karakter getaran bunyi yang ditentukan oleh penggetar utama. Mereka menggolongkan ke dalam empat bagian:
1. Idiofon
2. Aerofon
3. Membaranofon, dan
4. Kordofan
Berdasarkann pengklasifikasian/penggolongann alat-alat musik di atas, maka alat-alat musik tradisional Simalungun dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Klasifakasi/Golongan Idiofon
a. Mongmongan, yaitu alat musik yang terbuat dari bahan metal (kuningan atau besi) yang mempunyai pencu (bossed gong). Terdiri dari dua buah : mongmongan sibanggalan dan mongmongan sietekan yang dipergunakan dalam seperangkat gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon. Mongmongan dapat juga dipergunakan untuk memanggil massa di suatu desa.
b. Ogung, yaitu alat musik yang terbuat dari bahan metal (kuningan atau besi) yang mempunyai pencu (bossed gong). Terdiri dari dua buah : ogung sibanggalan dan ogung sietekan yang dipergunakan dalam seperangkat gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon.
c. Sitalasayak, adalah alat musik sejenis simbal yang terbuat dari bahan metal ( kuningan atau besi). Terdiri dari dua bilah yang sama bentuknya yang dipergunakan dalam seperangkat gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon. Pada saat sekarang sudah jarang dipergunakan dalam seperangkat gonrang.
d. Gerantung, adalah alat musik yang terbuat dari kayu dan mempunyai kotak resonator (trough resonator). Kotak resonator ada yang terbuat dari kayu, ada yang langsung ditempatkan di atas lobang tanah sebagai resonatornya. Gerantung terdiri dari tujuh bilah mempunyai nada yang berbeda. Gerantung biasanya dimainkan sebagai hiburan ketika istirahat di ladang sebagai pelepas lelah dan sebagai bahan pelajaran untuk menabuh gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon.
2. Klasifikasi/Golongan Aerofon
a. Sarunei bolon, suatu alat musik yang mempunyai dua lidah (dable reed) sebagai lobang hembusan yang dipergunakan sebagi pembawa melodi dalam seperangkat gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon. Badannya terbuat dari silastom, nalihnya terbuat dari timah, tumpak bibir terbuat dari tempurung, lidah terbuat dari daun kelapa dan sigumbang terbuat dari bambu. Sarunei bolon mempunyai enam lobang sebelah atas dan satu lobang sebelah bawah.
b. Sarunei buluh, adalah suatu alat musik yang mempunyai lobang hembusan yang terdiri dari satu lidah (single reed) yang memukul badannya sendiri. Sarunei buluh terbuat dari bambu, mempunyai tujuh lobang suara, sebelah atas enam lobang dan sebelah bawah satu lobang.
c. Tulila, suatu alat musik sejenis recorder yang terbuat dari bambu mempunyai satu lobang hembusan dengan blok dan mempunyai lobang suara enam buah diletakkan sebelah atas dan satu lobang pembelah udara yang ditempatkan pada bagian bawah. Tulila dimainkan secara vertical (vertical flute).
d. Sulim, adalah suatu alat musik sejenis flute yang terbuat dari bambu. Mempunyai lobang hembusan, enam buah lobang suara dan satu blok.
e. Sordam, adalah suatu alat musik sejenis flute yang dimainkan miring (oblique flute) yang terbuat dari bambu. Memppunyai lima lobang suara dan lobang hembusan sama dengan lobang pembelah udara.
f. Saligung, adalah suatu alat musik sejenis flute yang tebuat dari bambu.mempunyai empat lobang suara, satu lobang hembusan dan lobang pembelah udara. Berbeda dengan alat tiup lainnya, saligung ditiup oleh hidung, oleh karena itu bunyi yang dihasilkannya lembut.
g. Ole-ole, adalah sebuah alat musik yang mempunyai lobang hembusan terdiri dari satu lidah (single reed) yang memukul badannya sendiri. Badannya terbuat dari batang padi dan resonatornya terbuat dari daun enau atau daun kelapa.
h. Hodong-hodong, adalah alat musik sejenis genggong yang terbuat dari pelepah enau. Sebagai resonatornya adalah mulut yang dapat menghasilkan nada. Hodong-hodong dipergunakan sebagai alat komunikasi seorang pemuda kepada kekasihnya dan sebgai hiburan ketika senggang.
i. Ingon-ingon, adalah alat musik di ladang yang ditiup oleh angin. Alatnya terbauat dari sebilah kayu sebagai kincir dan bambu sebagai penghasil bunyi. Angin memutar kincir sehingga bambu dapat berbunyi dengan merdu. Biasanya di ladang terdapat beberapa buah ingon-ingon dengan ukuran yang berbeda pula. Ketika ingon-ingon bersama-sama berbunyi terdengar bunyi yang indah.
3. Klasifikasi/Golongan Membranofon
a. Gonrang Sidua-dua, adalah gendang yang dipergunakan dalam seperangkat gonrang sidua-dua. Badannya terbuat dari kayu ampiwaras dan kulitnya terbuat dari kulit kancil atau kulit kambing. Gonrang sidua-dua terdiri dari dua buah gendang, oleh karena itu diberi nama gonrang sidua-dua.
b. Gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon, adalah gendang yang terdiri dari satu kulit sebelah atas sedangkan sebelah bawah ditutup dengan kayu. Gendang terdiri dari tujuh buah yang badannya terbuat dari kayu dan kulitnya terbuat dari kulit lembu, kerbau atau kambing. Gendang ini dipergunakan dalam seperangkat gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon.
4. Klasifikasi/Golongan Kordofon
a. Arbab, adalah alat musik yang terbuat dari : tabung resonator dari labu atau tempurung, leher terbuat dari kayu atau bambu, lempeng atas terbuat dari kulit kancil atau kulit biawak, senar terbuat dari benang dan alat penggesek terbuat dari ijuk enau yang masih muda.
b. Husapi, adalah alat musik sejenis lute yang mempunyai leher. Terbuat dari kayu yang mempunyai dua senar. Bagian badan dan leher dihiasi gambar manusia.
c. Jatjaulul/Tengtung, adalah alat musik yang terbuat dari bambu dengan senarnya sebanyak dua atau tiga buah, dimainkan dengan memukul senarnya. Biasanya dimainkan di ladang sebagai hiburan sambil pelepas lelah.
BAB II. Gonrang Sidua-dua Simalungun
Gonrang sidua-dua adalah seperangkat musik tradisonal Simalungun yang terdiri dari satu bauh sarunei bolon, dua buah gonrang, dua buah mongmongan dan dua buah ogung.
Masyarakat Simalungun ada juga menyebutnya gonrang dagang. Istilah ini diambil dari “mardagang”, artinya merantau atau berpindah-pindah. Masyarakat Simalungun pada mulanya berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang baru untuk membuka perladangan. Mereka juga turut membawa gonrang.
Gonrang sidua-dua sudah memasyarakat di tengah-tengah Simalungun, oleh karena itu setiap daerah yang ada di Simalungun pada umumnya memiliki gonrang sidua-dua. Alat-alat musik gonrang sidua-dua dari daerah ke daerah lainnya ada yang sama bentuk dan ukurannya, ada pula yang berbeda, oleh karena itu nada-nada yang dihasilkan alat musik tersebut ada yang sama dan ada pula yang berbeda.
Gual atau lagu-lagu gonrang sidua-dua dibedakan atas dua bagian:
1. Topapon, yaitu gual yang menggunakan dua buah gendang dan pola ritmenya adalah sama.
2. Sitingkahon/siumbakon, yaitu gual yang menggunakan dua buah gendang dan masing-masing mempunyai pola ritme yang berbeda. Salah satu dari gendang sebagai pembawa ritme dasar dan yang lain sebagai peningkah/pagumbak. Apabila pembawa ritme dasar oleh gonrang sibanggalan (1) dan gonrang sietekan (2) pembawa ritme yang lain, maka disebut sitingkahon. Apabila pembawa ritme dasar oleh gonrang sietekan (2) dan gonrang sibanggalan (1) pembawa ritme yang lain, maka disebut siumbakon.
Panggual (pemain) gonrang sidua-dua terdiri dari lima orang : satu orang pemain sarunei, dua orang penabuh gendang, satu orang penabuh mongmongan dan satu orang penabuh ogung.
Pahata (membunyikan) gonrang sidua-dua mempunyai aturan dalam membunyikannya. Gual pertama dalam gonrang sidua-dua adalah gual parahot. Membunyikan gual parahot disebut “mananti”, yaitu suatu acara pembukaan dalam setiap membunyikan gonrang sidua-dua.
Menurut kepercayaan terdahulu, mananti adalah acara pembukaan dalam setiap membunyikan gonrang sidua-dua untuk mengusir roh-roh jahat agar tidak menggangu jalannya upacara yang akan dilaksankan. Dalam acara mananti ini tidak diperkenankan untuk menari.
Setelah acara mananti selesai, dilanjutkan dengan gual berikutnya sesuai dengan maskud dan tujuan upacara diadakan.
Untuk mengakhiri suatu upacara, diadakan lagi suatu acara khusus yang disebut “manamsam”, yaitu suatu acara penutup untuk menyatakan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan roh-roh baik atas berhasilnya/telah selesainya suatu upacara dilaksanakan. Gual dalam acara manamsam ini juga gual parahot dan tidak diperkenankan untuk menari.
Setelah suku Simalungun memeluk agama, Kristen, Islam,, dan agama lainnya, tidak menerima prinsip kepercayaan terdahulu dalam acara mananti dan manamsam. Tetapi masih melaksanakan acara tersebut dalam acara pembukaan dan penutup ketika membunyikan gonrang sidua-dua. Prinsipnya hanyalah sebagai acara pembukaan dan acara penutupan dengan tidak mengandung unsur-unsur kepercayaan terdahulu.
Pada saat sekarang, pahata gonrang sidua-dua digunakan dalam acara adat dan acara malas ni uhur dan masih ada untuk upacara religi. Oleh karena itu sesuai dengan kebiasaan yang ada dalam masyarakat Simalungun, penyajian gual yang ditampilkan dalam upacara adat sering menampilkan tiga gual:
1. Gual rambing-rambing
2. Gual syur matua
3. Gual olob-olob
Sebagai tambahan yaitu gual surung dayung dan gual sampang apuran. Berikutnya ditambah lagi gual ilah Hinalang dan gual haro-haro. Kebiasaan tersebut menampilkan tiga gual, lima gual dan tujuh gual yaitu dengan menampilkan bilangan ganjil.
Di samping gual adat, masih ada gual untuk doding-doding, yaitu gual mengiringi doding-doding. Gual ini hanya menyajikan pola ritme saja dan memilih gual yang cocok untuk mengiringi doding-doding. Biasanya gual untuk mengiringi doding-doding ada tiga gual, yitu:
1. Gual ting-ting katipak
2. Gual sakkiting, dan
3. Gual haro-haro
Penggunaan Gonrang Sidua-dua
Dalam upacara religi, gonrang sidua-dua digunakan dalam acara :
1. Manombah/memuja, yaitu suatu acara mendekatkan diri pada sembahan/pujaannya.
2. Maranggir, yaitu suatu acara untuk memversihkan badan (menguras badan) dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik maupun mebersihkan diri dari gangguan roh-roh jahat.
3. Ondos hosah, yaitu suatu acara khusus yang dilakukan suatu desa atau keluarga agar terhindar dari mara bahaya.
4. Manabari/manulak bala, yitu mengusir mara bahaya dari suatu desa atau dari diri seseoarang.
5. Marbah-bah, yaitu suatu acara untuk menjauhkan penyakit dari seseorang atau untuk menunda kematian seseorang dengan jalan membuat patung yang terbuat dari pisang sebagai pengganti manusia tadi,
6. Mangindo pasu-pasu, yaitu suatu acara meminta berkat dari Tuhannya agar tetap dalam keadaan sehat dan mendapat rejeki.
7. Manogu losung/hayu, yaitu suatu acara untuk mengambil kayu untuk dijadikan lumping atau tiang rumah yang dilaksanakan secara gotong-royong.
8. Rondang bintang, yaitu suatu acara tahunan yang diadakan suatu desa setelah mendapat panen. Biasanya muda-mudi menggunakan kesempatan mencari jodohnya.
Dalam upacara adat, gonrang sidua-dua diguanakan dalam acara :
1. Mamongkot rumah, yaitu acara untuk memasuki rumah.
2. Patuekkon, yaitu acara member nama seseorang.
3. Marhajabuan, yaitu acara pemberkatan perkawinan.
4. Mangiligi, yaitu acara yang diadakan untuk menghormati seseorang yang meninggal dunia uzur usia (sayur matua).
5. Bagah-bagah ni sahalak, yaitu acara yang dilaksanakan seseorang oleh karena terniat hattinya untuk membuat pesta.
Dalam acara malasni uhur, gonrang sidua-dua digunakan dalam acara :
1. Mangalo-alao tamu, acara untuk menyambut tamu dari lauar daerah.
2. Marialh, acara muda-mudi menyanyi bersama-sama yang diiringi gonrang sidua-dua.
3. Pesta malasni uhur, acara kegembiraan yang dilaksanakan suatu keluarga, keluarga tersebut mengadakan acara menari bersama yang diiringi gonrnag sidua-dua.
4. Peresmian bangunan-bangunan.
5. Hiburan, dan lain-lain.
III. Gonrang Sipitu-pitu/Gonrang Bolon Simalungun
Gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon adalah seperangkat musik tradisional Simalungun yang terdiri dari satu buah sarunei bolon, tujuh buah gonrang, dua buah mongmongan dan dua buah ogung.
Nama dari seperangkat musik tersebut sering disebut gonrang sipitu-pitu atau gonrang bolon, oleh karena kedua nama tersebut sudah menjadi nama yang umum dikenal masyarakat Simalungun. Pemakaian nama gonrang sipitu-pitu berdasarkan adanya tujuh buahh gendang dalam seperangkat musik. Pemakaian nama tersebut karena berdasarkan alat musik tersebut merupakan alat musik terbesar dari seluruh alat-alat musik tradisonal Simalungun, dan upacara yang diiringi gonrang bolon adalah upacara yang besar pula. Bolon artinya terbesar atau raya.
Gonrang pertama dimulai dari yang terbesar adalah sebagai pangindungi. Gonrang kedua, ketiga, keempat dan kelima disebut sebagai panirang. Gonrang keenam dan ketujuh disebut panintingi.
Gonrang sebagai pangindungi adalah sebuah gonrang yang menyajikan pola ritme dasar yang diulang terus menerus. Gonrang sebagai panirang adalah beberapa bauah gonrang yang dibunyikan secara bergantian dan menyajikan ritme yang berbeda dengan ritme dasar. Panirang artinya pemisah.
Penabuh seperangkat gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon terdiri dari: parsarunei satu orang, panggual tiga orang (satu orang sebagai pangindungi, satu orang sebgai panirang dan satu orang sebagai paningtingi), parmongmong satu orang dan parogung satuu orang.
Pahata gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon sama aturannya dengan gonrang sidua-dua, yaitu dengan mengadakan acara mananti sebagai acaara pembukaan dan manamsam sebagai acara penutup.
Pada saat sekarang ini, pemakaian gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon dibedakan berdasarkan pengguanaanya. Kalau gonrang tersebut digunakan untuk upacara adat malas ni uhur, maka gendang yang dipakai hanya enam buah. Kalau digunakan untuk upacara mandingguri, maka gendang yang dipakai terdiri dari tujuh buah. Masyarakat Simalungun sering menyebut gonrang bolon untuk kepentingan upacara adat malas ni uhur (sukaria) dan untuk upacara mandingguri (berduka cita).
PENUTUP
Sebagaimana dikemukakan dalam pendahuluan bahwa tulisan ini menjelaskan secara umum mengenai music tradisional Simalungun. Namun secara mendalam dapat dibaca dalam hasil penelitian yang merupakan penelitian lapangan. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat sebagai pengenalan awal terhadap music tradisional Simalungun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar